Jejak-jejak perkertaapian disekitar soreang-ciwidey memang tak begitu jelas, jika hanya dilihat dengan sekilas pandang dari tepi jalan raya Soreang-Ciwidey. Dari keseluruhan jalur ini masih terbilang jalur yang cukup utuh dan nyaris tak terjamah tangan jahil manusia. Bahkan disalah satu jembatannya yaitu jembatan Ciantik pernah dijadikann lokasi shooting film perang produksi Belanda yang berjudul Oeroeg pada tahun 1997 yang diadaptasi dari novel yang berjudul "Oeroeg" karangan Helena Sefaria Haass.
Berdasarkan catatan jalur kerat api Bandung - Ciwidey mulai beroperasi pada tahun1923. Jalur ini merupakan jalur kereta api pertama di daerah Bandung Selatan. Jalur kereta api ini dimulai dari Satsiun Cikup=dapateuh, Pasar kordon Buahbatu, Pamengpeuk, Banjaran, Soreang dan berakhir di stasiun Cimuncung Ciwidey.
Menurut Kuncen Bandoeng, Bapak Haryoto Kunto dalam bukunya Bandoeng Tempo Doeloe. Ada dua tahap pembangunan jalur ini. Tahap pertama tahun 1918 pembangunan jalur Bandung-Kopo dan tahun 1921 jalur ini di teruskan ke Ciwidey oleh Staats Spoorwegen / SS (Perusahaan Kereta Api Negara). Pembangunan jalur kereta api bandung Ciwidey ini diperuntukkan untuk:
1. Alat angkut hasil produksi perkebunan wilayah Priangan yang kala itu menjadi komoditi ekspor yang laku keras di pasar dunia.
2. Sarana pendukung dalam pemekaran Gemeente Bandung tahun 1919. Sarana pemerkaran yang dimaksud adalah untuk mengankut kayu-kayu dari daerah Ciwidey (yang pada saat itu kebanyakan masih hutan untuk pembangunan Gemeente/ kota).
Pada masa-masa awal kemerdekaan hingga tahun 1970-an awal, jalur Bandung Ciwidey menjadi akses utama kecamatan Ciwidey langsung menuju pusat aktivitas perekonomian di Bandung. Masyarakat memanfaatkan jasa angkutan ini sebgai sarana pengiriman barang kebutuhan sehari-hari. Selain itu masyarakat Ciwidey memanfaatkan jalur ini sebagai sarana untuk berpergian ke Bandung dan mencari pekerjaan sebagai buruh harian pada musim kemarau. Ada hal yang lebih menarik bagi warga Desa Citeurep, adanya kereta api ini juga menjadi penanda waktu imsak karena belum memiliki pengeras suara. Ini dikarenakan saat stasiun cimuncung masih aktif kereta pertama berangkat menuju Bandung pukul 04.00 dan kereta terakhr pukul 18.00.
Akhir dari perjalanan kereta api Bandung-Ciwidey ini ditandai dengan sebuah kecelakaan rangkain yang ditarik lokomotif seri BB di kampung Cukanghaur kecamatan Pasir Jambu yang mengakibatkan tiga orang tewas pada bulan Juli 1972. Menurut sejumlah mantan karyawan Perusahaan Jawatan Kereta Api yang bertugas dijalur ini, kecelakaaan tersebut diakibatkan kelebihan beban saat mengangkut kayu untuk dikirm ke Jakarta. Selain alasan itu, jalur Bandung-Ciwidey ini dirasa kurang menguntungkan kendaraan bermotor sehingga pada tahun 1975 jalur ini resmi ditutup.
Setelah 35 tahun jalur ini dinonaktifkan, banyak perubahan yang terjadi disekitar jalur ini. Jalur ini menjadi saksi pertumbuhan jumlah penduduk di daerah sekitar Soreang-Ciwidey pada khusunya. Beberapa bagian rel telah berubah fungsi menjadi bagian pagar rumah penduduk, stasion beralih fungsi menjadi warnet dan jembatan serta rel kereta api digunakan sebagai jalur pejalan kaki.
Referensi :
- Bnadung Ciwidey Dalam Kenangan tanggal artikel 22 Januari 2010 [http://bataviase.co.id/detailberita-10550750.html]
- Stasiun Banjaran tanggal artikel 13 Agustus 2008 http://fauzan.persib.net/2008/08/13/stasiun-banjaran/
Menurut Kuncen Bandoeng, Bapak Haryoto Kunto dalam bukunya Bandoeng Tempo Doeloe. Ada dua tahap pembangunan jalur ini. Tahap pertama tahun 1918 pembangunan jalur Bandung-Kopo dan tahun 1921 jalur ini di teruskan ke Ciwidey oleh Staats Spoorwegen / SS (Perusahaan Kereta Api Negara). Pembangunan jalur kereta api bandung Ciwidey ini diperuntukkan untuk:
1. Alat angkut hasil produksi perkebunan wilayah Priangan yang kala itu menjadi komoditi ekspor yang laku keras di pasar dunia.
2. Sarana pendukung dalam pemekaran Gemeente Bandung tahun 1919. Sarana pemerkaran yang dimaksud adalah untuk mengankut kayu-kayu dari daerah Ciwidey (yang pada saat itu kebanyakan masih hutan untuk pembangunan Gemeente/ kota).
Pada masa-masa awal kemerdekaan hingga tahun 1970-an awal, jalur Bandung Ciwidey menjadi akses utama kecamatan Ciwidey langsung menuju pusat aktivitas perekonomian di Bandung. Masyarakat memanfaatkan jasa angkutan ini sebgai sarana pengiriman barang kebutuhan sehari-hari. Selain itu masyarakat Ciwidey memanfaatkan jalur ini sebagai sarana untuk berpergian ke Bandung dan mencari pekerjaan sebagai buruh harian pada musim kemarau. Ada hal yang lebih menarik bagi warga Desa Citeurep, adanya kereta api ini juga menjadi penanda waktu imsak karena belum memiliki pengeras suara. Ini dikarenakan saat stasiun cimuncung masih aktif kereta pertama berangkat menuju Bandung pukul 04.00 dan kereta terakhr pukul 18.00.
Akhir dari perjalanan kereta api Bandung-Ciwidey ini ditandai dengan sebuah kecelakaan rangkain yang ditarik lokomotif seri BB di kampung Cukanghaur kecamatan Pasir Jambu yang mengakibatkan tiga orang tewas pada bulan Juli 1972. Menurut sejumlah mantan karyawan Perusahaan Jawatan Kereta Api yang bertugas dijalur ini, kecelakaaan tersebut diakibatkan kelebihan beban saat mengangkut kayu untuk dikirm ke Jakarta. Selain alasan itu, jalur Bandung-Ciwidey ini dirasa kurang menguntungkan kendaraan bermotor sehingga pada tahun 1975 jalur ini resmi ditutup.
Setelah 35 tahun jalur ini dinonaktifkan, banyak perubahan yang terjadi disekitar jalur ini. Jalur ini menjadi saksi pertumbuhan jumlah penduduk di daerah sekitar Soreang-Ciwidey pada khusunya. Beberapa bagian rel telah berubah fungsi menjadi bagian pagar rumah penduduk, stasion beralih fungsi menjadi warnet dan jembatan serta rel kereta api digunakan sebagai jalur pejalan kaki.
Referensi :
- Bnadung Ciwidey Dalam Kenangan tanggal artikel 22 Januari 2010 [http://bataviase.co.id/detailberita-10550750.html]
- Stasiun Banjaran tanggal artikel 13 Agustus 2008 http://fauzan.persib.net/2008/08/13/stasiun-banjaran/
ada baiknya artikel ini dilampiri foto2 jaman dulu.. tks bos
ReplyDeleteMengingatkan saya pada masa kecil, dimana saya lahir dibesarkan diciwidey dan setiap hari stasiun kereta api yang ada di cimancang merupakan akses jalan dari rumah menuju sekolah (stasiun kereta api yang masih utuh) saat pagi masih terlihat jelas di ingatanku betapa indahnya stasiun saat itu, tang terbayang dinginnya udara dan embun membasahi rel kereta dan saya selalu berjalan diatas rel dengan menjaga keseimbangan tubuh agar kaki tidak jatuh ketanah, berlinang air mata kalau ingat masa kecil saya tahun 70 an. Sekarang hanya kenangan dimana rel kereta sudah menjadi rumah rumah tinggal yg tidak pernah terbayang sedikitpun saat sekarang, indahnya masa dulu.
ReplyDelete*cimuncang
Delete