Wednesday, March 28, 2012

Kunjungan Ke Rumah Zero Waste Milik Supardiyono Sobirin


Bandung -Ditemani matahari pagi yang menyehatkan, tim trainer beserta staf  dan relawan dari YPBB(Yayasan Pengenmbangan Biosains dan Bioteknologi) melakukan kunjungan ke rumah Supardiyono Sobirin di jalan Alfa 92 Cigadung (Sabtu,24/3/2012).
“Selamat datang di rumah saya, Rumah Zero Waste,” sambut bapak Sobirin menyambut kedatangan rombongan tim trainer, staf, dan relawan dari YPBB yang ingin mengetahui bagaimana keluarga beliau mengolah sampah rumah tangga yang dihasilkan.
Suparyono Sobirin, pemilik rumah 'zero waste'

Ternyata kali ini bukan YPBB saja yang melakukan kunjungan, di halaman depan rumah  Sobirin telah berkumpul pula perwakilan warga dari desa cilengkrang yang diteman oleh bapak camatnya. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk belajar untuk tentang pengelolaan sampah skala rumah tangga.  
Berkaitan dengan Rumah Zero Waste, bapak Sobirin menjelaskan semenjak empat tahun lalu beliau menganut prinsip “Zero Waste” yang beliau aplikasikan mulai dari rumah beliau sendiri dan berlanjut menulari warga -warga disekitar . “Rumah Zero Waste”yang berarti rumah yang sama sekali tidak menghasilkan sampah.
 Apakah itu mungkin terjadi?

Mungkin saja. Rumah Zero Waste bermula dengan pemisahan sampah. Menurut Sobirin, sampah rumah tangga yang dihasilkannya sekitar 60% berupa sampah organik ──persentase ini tidak selalu tetap, dapat berubah setiap harinya──, 40% sampah lain yang terbagi lagi atas: 20% sampah plastik;  10% sampah kertas; dan 10% sampah lain-lain.  Setelah dilakukan pemisahan sampah, tahap selanjutnya pengolahan dan pemanfaatan. Untuk sampah plastik, dilakukan pemilahan antara botol dan plastik bekas makanan. Sampah yang telah dipilah di cuci hingga bersih. Untuk botol-botol diberikan pada pemulung dan plastik bekas makanan dapat dikreasikan menjadi kerajinan tangan.
Sampah organik… Untuk jenis sampah yang satu ini, Pak Sobirin mengolahnya dengan beberapa metode. Untuk sampah basah seperti peuyeum,bongkol pisang,  kencing serta kotoran kelinci diolah  menjadi mol (pupuk cair). Ada tiga jenis mol yang diproduksi oleh bapak Sobirin dipekarangan rumahnya yaitu mol peuyeum ( membantu pengomposan sampah dan mempercepat pembentukkan buah), mol air kencing kelinci (mempercepat pembentukkan buah dan  pertumbuhan daun), dan mol bongkol pisang (mempercepat pembentukkan buah dan pertumbuhan daun).  Untuk membuat mol diperlukan ¾ dari volume tempat  untuk air, satu kilogram gula, enam gelas air kelapa, serta satu kilogram bahan baku. Setelah dicampur dan diaduk didiamkan selama empat hari. Di hari kelima, mol sudah siap digunakan sebagai pupuk cair atau pun untuk pengomposan.

Jenis Mol yang diproduksi oleh Bapak Sobirin Supardiyono

Sampah dipekarangan rumah seperti daun, ranting, bangkai tikus, dan lainnya difermentasi secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan pupuk kompos. Pengomposan secara aerob, Pak Sobirin sengaja membuat bak khusus dengan ukuran 1m x 1m x 1m disamping rumah dengan berventilasi. Bagian bawah khusus di design memiliki pintu agar dapat memanen  kompos.  Sampah pekarangan di potong kecil kecil lalu ditumpuk didalam bak. Setiap hari dilakukan pengadukkan dan setaip tiga hari sekali diberi campuran ketiga mol. Hasil pengomposan secara aerob dapat dipanen setelah satu bulan. Pengomposan secara anaerob dilakukan di halaman dengan bagian atas ditutup. Sampah yang akan dikompos, sengaja biarkan bersentuhan dengan tanah. Proses yang dilakukan sama dengan proses pengomposan secara aerob. Panen hasil untuk pengomposan ini dapat dilakukan setelah enam bulan.
Selain itu, prinsip segala sesuatu itu dapat diolah dan dijadikan sesuatu yang bermanfaat dapat terlihat di pekarangan belakang rumah Pak Sobirin. Di pekarangannya yang luas itu terdapat kandang kelinci, penampungan air hujan, dan  pengolahan limbah cuci dapur. Kotoran dari kelinci berserta kencingnya, beliau manfaatkan menjadi mol.
Untuk air bekas cucian dapur, Pak Sobirin membuat treatmen khusus. Beliau membuat kolam kecil bertingkat tiga seluas satu meter persegi. Tingkat ketiga terdiri dari dua kolam kecil. Kolam satu berukuran 40 cm x15 cm dan kolam dua 40 cm x25 cm. Antar kolam dibatasi dinding beton tipis dan berlubang sebagai saringan. Selain itu, pada kolam satu juga diberi busa karet yang berfungsi sebagai penyaring. Kolam tiga yang berukuran 60 cm x 40 cm berada pada tingkat kedua. Kolam ini menampung air yang berasal dari kolam dua dan mengalirkan air ke kolam 4 (kolam terbesar yang berukuran 100 cm x 60 cm) yang terletak didasar melalui pipa paralon.  Kolam 2,3, dan 4 bisa di jadikan “taman air limbah” dengan menanam tanaman air (teratai, melati air, enceng) sebagai penyerap bahan pencemar dalam air bekas cucian atau kolam ikan (jenis ikan yang tahan hidup dalam bekas air cucian dapur).
Air hujan yang turun di halaman rumah beliaupun ikut dimanfaatkan. Beliau menampungnya dan  menanfaatkannya untuk menyiram tanaman,  dan mencuci tangan setelah membersihkan pekarangan. Menampungan air ini tidak memiliki treatmen khusus. Menurut beliau, air hujan tidak perlu di treatmen lagi karena di alam sendiri proses tersebut telah dilakukan. Namun Tian, salah seorang relawan YPBB,  memiliki pandangan lain. Air hujan  pada zaman sekarang sudah terkena polusi asap pabrik, kendaraan dan polusi-polusi lain sehingga perlu treatmen khusus untuk menguranginya
Sebisa mungkin tidak ada sampah yang keluar dari rumah’ merupakan prinsip dianut oleh keluarga Pak Sobirin yang dapat ditiru oleh keluarga lain untuk mengurangi sampah dari rumah.__Hani   

Foto Bersama, Volunteer, Staff YPBB dan Pak Sobirin Supardiyono