Wednesday, December 7, 2011

Imajinasi saat kuliah Hukum Lingkungan


23 Agustus 2011

Setengah mengantuk mengikuti kuliah "Hukum Lingkungan" yang diajarkan oleh bapak Sutan Adjamsjah yang diadakan pada pukul 16.00-18.00. Saat beliau menerangkan slide mengenai 'Ekologi dan Teknis Berproduksi dari Lingkungan Hidup' khususnya tentang penjelasan tentang teknis ekstratif adalah masa dimana saya sangat tidak konsentrasi dan mengantuk. Namun ada beberapa hal yang menarik dari ocehan beliau.

"Teknis ekstraktif adalah suatu proses mengambil sesuatu dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia" setidaknya itulah yang saya tangkap dari penjelasan beliau.
Menurut http://www.kamusbesar.com/9985/ekstraktif kata ekstraktif tergolong kepada kelompok adjektiva yang berarti bersifat ekstraksi.

Otak saya mulai kembali bekerja saat beliau memberikan  contoh akibat teknis ekstraktif pada penambangan terbuka yang terjadi di Tembagapura (FreeFort) yang dampaknya tidak terlalu kentara karena merupakan daerah kosong (tidak terdapat permukiman) dan penambangan timah di Bangka Belitung yag meninggalkan lubang galian besar.

Imajinasi saya membawa melihat suatu contoh kasus yang terjadi di daerah yang pernah saya kunjungi 5 tahun yang lalu. Tepatnya didaerah Sawahlunto.
Kota Sawahlunto terkenal dengan julukkan kota mutiara hitam, kota arang,dan kota tambang. Julukkan tersebut emang pantas diberikan karena sebagian besar matapencarian penduduknya ditopang dari sektor pertambangan khususnya batubara. Sawahlunto pernah menjadi pengahsil batubara terbesar di Indonesia. Sejarah berdiriannya pertambangan batubara dikota ini dimulai sejak ditemukannya cadangan batu bara di kota ini oleh seorang geolog Belanda bernama Ir. William Hendrik De Greve pada tahun 1867 yang diperkirakan depositnya 200 juta ton. Dengan potensi tersebut, 1 Desember 1888 pemerintah Hindia-Belanda mulai melakukan investasi sebesar 5.5 juta gulden untuk membangun berbagai fasilitas pengusahaan tambang batubara, dalam memenuhi kebutuhan industri dan transportasi masa itu. Dan kemudian peristiwa ini diabadikan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto. Tahun 1982 merupakan awal produksi batubara dari kota ini dan dimulai  kawasan ini menjadi pemukiman pekerja tambang, dan berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang.

Untuk memudahkan pengangkutan batubara, pemerintah Hindia-Belanda membangun jalur kereta api yang menghabiskan dana sebesar 17 juta gulden, menghubungkan kota Sawahlunto dan kota Padang (1894).

Sebelum menjadi daerah pertambangan, Sawahlunto merupakan kamp tahanan. Sehingga hingga tahun 1898, penambangan dilakukan oleh orang rantai (narapidana yang dipaksa bekerja untuk menambang dengan  upah yang murah). Tahun 1908 untuk upah buruh paksa adalah sebesar 18 sen/hari dan setiap pembangkangan dikenakan sangsi hukum cambuk. Untuk buruh kontrak mendapatkan bayar sebesarr 32 sen/hari dan mendapatkan fasilitas tempat tinggal serta jaminan kesehatan. Sedangkan untuk buruh bebas upahnya sebesar 62 sen/hari tanpa mendapat fasilitas apapun.

Tahun 1918 kota Sawahlunto telah dikategorikan sebagai Gemeentelijk Ressort atau Gemeentedengan luas wilayah 778 Ha, atas keberhasilan kegiatan pertambangannya. Adanya  kereta api telah mendorong produksi pertambangan batubara memberikan hasil yang positif, dimana pada tahun 1920 produksi batu bara dari hanya puluhan ribu ton menjadi ratusan ribu ton per tahun, dari usaha yang rugi menjadi usaha dengan laba besar sampai 4,6 juta gulden dalam setahun.
Setelah kemerdekaan Indonesia, selanjutnya hak penambangan dikelola oleh negara dan diberikan kepada PT Tambang Batubara Ombilin (TBO), namun kemudian perusahaan ini dilikuidasi menjadi anak perusahan dari PT. Bukit Asam yang terdapat di Sumatera Selatan. Dan seiring dengan reformasi pemerintahan dan bergulir otonomi daerah, masyarakat setempat pun menuntut untuk dapat melakukan penambangan sendiri.

Dari sekian banyak perusahaan yang melakukan operasi penambangan, yang menarik perhatian saya adalah kasus PT. PAMA Persada Nusantara.
Sekitar tahun 2003, kedalaman eksploitasi melalui tambang terbuka yang dilakukan perusahaan tambang ini mencapai kedalaman 175 meter dikaki bukit Tanah Hitam.Tak jauh dari lokasi penam­bangan tersebut, terdapat aliran Sungai Batang Ombilin yang berasal dari Danau Singkarak yang bermuara dipantai timur Sumatera. Aktifitas penambangan ini bergerak terus menuju dinding pembatas antara kawasan tambang dan sungai. Denga keadaan dinding penahan yang rapuh menyebabkan aliran Batang Ombilin dapat menjebol dinding pembatas.Tanggal 25 April 2003 dalam waktu  kurang dari setengah hari, seluruh kawasan pertambangan milik PT. PAMA Persada Nusantara berubah menjadi danau, menenggelamkan puluhan orang pekerja tambang, serta menyebabkan aliran sungai Batang Ombilin kering selama 3 jam. Danau yang terbentuk tak sengaja ini oleh masyarakat setempat diberi nama Danau Kandih.

Sejak kejadian itu, pemerintah Sawahlunto mengalihfungsikan kawasan tersebut menjadi arena rekreasi air di Sawahlunto.Di area Kandih dapat ditemukan berbagai atraksi olah raga air. Masih kawasan sekitar danau Kandih, pemerintah Sawahlunto juga membangun sebuah kebun binatang tematik.Selain itu, Danau Kandih juga dijadikan kawasan perikanan tambak. Namun dalam beberapa tahun kedepan, nama Danau Kandih Sawahlunto akan segera terhapus dari daftar salah satu objek wisata di ‘Kota Arang’ tersebut. Hal ini dikarenakan, danau yang terbentuk akibat kecelakaan alias jebolnya aliran Batang Ombilin itu akan segera ditimbun karena dinilai tidak lagi efektif sebagai objek wisata maupun lokasi perikanan. Rencana penimbunan tersebut dikarenakan kecenderungan danau yang semakin mendangkal dari waktu ke waktu. Dari awalnya memiliki kedalaman 80 meter hingga mencapai 175 meter, sekarang danau ini hanya memiliki kedalaman 15 meter hingga 45 meter. Pendangkalan terjadi akibat sedimen berupa lumpur dari pengikisan tebing yang ada di arel Kandi serta endapan an-organik dari aliran sungai Ombilin, yang juga bisa mencemari lingkungan hidup dikawasan itu.Sedimentasi pada dasar danau membentuk lumpur hisap yang sangat berbahaya jika digunakan sebagai lokasi wisata.
Selain itu, danau kandih juga memiliki zat asam yang tinggi yang menyebabkan kematian pada tambak. Semoga saja penimbunan danau Kandih menjadi solusi terbaik untuk dampak pertambangan terbuka di kota Sawahlunto



Thursday, August 11, 2011

Lost in Yogyakarta[Part I]: Say Hello Yogyakarta



Pulang ke kotamu, ada setagkup haru dalam rindu 

Masih seperti dulu 
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna 
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu 
Nikmati bersama suasana Jogja [Yogyakarta__Kla Project]

3 Juni 2011
Secara random saya, Dhika, dan Mahdi memutuskan untuk liburan ke kota Yogyakarta setelah rencana awal liburan sambil survey ke penangkaran penyu di pantai Pangumbahan Ujung Genteng gagal total.

Sekitar pukul 13.00 setelah sholat jumat, saya dan Dhika pergi ke Stasiun Bandung mencari tiket kereta ekonomi yang berujung dengan tidak ada tiket kereta api kelas ekonomi yang di jual untuk keberangkatan malam. Informasi dari loket penjualan tiket kereta yang ada di Stasiun Bandung, untuk ke berangkatan malam biasanya dijual di Stasiun Kiaracondong. Dengan langkah cepat, saya dan Dhika bergegas ke Stasiun Kiaracondong untuk membeli tiket kereta ekonomi. Namun, dikarenakan alasan tidak tahu angkot menuju Stasiun Kiaraconodng dari Stasiun Bandung dan menghemat waktu, kita menaiki kereta api jurusan Bandung-Cicalengka (sayangnya bukti tiketnya diambil lagi oleh pihak stasiun Kiaracondong).

Setibanya di stasiun Kiaracondong, kami langsung membeli tiket kereta api ekonomi “Kahuripan” dengan rute Padalarang (Jawa Barat) – Kediri (Jawa Timur) tanpa tempat duduk seharga Rp. 24.000 pertiket. Yang merupakan pertanda selama perjalanan kemungkinan besar kami akan berdiri non stop. Sedikit menghibur dan membisikkan dalam hati ”Palingan, entar ada yang berhenti dijalan trus tempat duduknya bisa diambil”
******
Setelah sholat Magrib, saya, Dhika Permana Amri dan Mahdi badari janjian ketemu di depan atm gallery Pasar Simpang Dago. Lalu menaikin angkot (Riung-Dago) menuju stasiun Kiaracondong. Stasiun Kiaracondong merupakan stasiun besar kedua di Kota Bandung setelah stasiun Bandung. Stasiun ini terletak di batas antara Kelurahan Babakansari dan Kelurahan Kebunjayanti, dan hanya melayani keberangkatan kereta api kelas ekonomi
Kereta api “Kahuripan”, itulah nama kereta yang kami naiki dengan rute perjalanan Padalarang, Kiaracondong, Rancaekek,Cicalengka, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Sidareja, Maos, Kroya, Gombong, Kebumen, Kutoarjo, Wates, Lempuyangan, Kalten, Solojebres, Sragen, Walikukun, Madiun, Ngajuk, Kertosono, Kediri. Kereta api kahuripan terdiri atas 7 gerbong Kereta Kelas Ekonomi + 1 gerbong Kereta Makan dengan kode seri lokomotif CC. 201. Jumlah tempat duduk yang disediakan kereta ini sekitar untuk 742 orang dan toleransi kapasitas angkut 1.113 orang.
Nama Kahuripan sendiri berasal dari nama sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009 sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006. Dan merupakan awal mula bedirinya kerajaan Kediri. Kerajaan Kahuripan berakhir dengan masalah perebutan tahta kerajaan. Ketika calon raja yang sebenarnya, Sanggramawijaya Tunggadewi memeutuskan menjadi pertapa. Akhir November 1042, Airlangga membagai kerajaan menjadi dua bagian. Bagian barat bernama Kadiri dengan ibukota Daha yang dipimpin oleh putranya yang bernama Sri Samarawijaya dan bagian timur bernama Janggala beribukotaka Kahuripan yang diserahkan kepada Mapanji Garasakan. Itulah akhir dari kerajaan Kahuripan yang melahirkan dua kerajaan baru.
Kereta api “ Kahuripan” termasuk kereta api yang paling banyak mengalami perubahan rute. Pada awalnya, Kereta Api ini melayani rute Kediri-Bandung-Pasar Senen, namun sejak 26 Juli 1995 rutenya dipotong sehingga hanya melayani rute Kediri-Bandung. Seiring dengan beralihnya pelayanan KA ekonomi dari Bandung ke Kiaracondong, kemudian rutenya berubah lagi menjadi Kediri-Kiaracondong. Kemudian rute KA ekonomi “Kahuripan” diperpanjang sedikit ke arah barat menjadi Kediri-Padalarang.




Thursday, July 14, 2011

Ada Buaya di PVJ

Bandung, 21 Juni 2011

Hari ini saya dan teman saya, Dida pergi ke PVJ (Paris Van Java). Paris Van Java Resort Lifestyle Place atau yang lebih dikenal dengan nama Paris Van Java Mall adalah sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di jalan Sukajadi, no. 137 - 139. Nuansa open air yang dilengkapi pemandangan burung merpati hias berterbangan bebas serta konsep bangunan bergaya arsitektur Eropa menjadi daya tarik sendiri bagi mal yang berdiri pada Juni 2006 ini disamping beberapa show yang diadakan pihak pengelola untuk menarik perhatian pengunjung. Sebenarnya, kali ini saya sendiri tidak memiliki keperluan khusus kesana, hanya menemani Dida yang sedang mencari sepatu untuk KP. Namun ada hal yang membuat saya kepicut dan ingin pergi kesana, yaitu adanya "Crocodille Fishing" (Memancing buaya).


Apa itu "Crocodille Fishing"? Crocodille Fishing merupakan salah satu bentuk promosi pariwisata yang berada di Jawa Barat. Pada stand khusus yang telah disediakan(didekat kolam), terpajang banner-banner yang menjelaskan wisata-wisata apa yang dapat dikunjungi di Jawa Barat seperti kawah putih, ranca upas, dan blanakan. selain itu ada brosur-brosur yang dibagikan pada pengunjung stand berisikan penjelasan ringkas serta peta perjalanan menuju tempat
wisata. Untuk membuat stand tersebut lebih menarik, disiapkan beberapa wahana. Di stand kali ini, terdapat wahana Crocodille Fishing dan Foto bersama bayi buaya muara.

Untuk mencoba wahana Crocodille Fishing, pengunjung harus membayar IDR 25000. Namun ada beberapa paket yang ditawarkan. Intinya sama yaitu memberi makan buaya dengan cara mengikat secuil daging pada tali yang diikatkan sebatang kayu lalu dilemparkan ke dalam kolam yang berisi belasan buaya. Lalu buaya tersebut akan memakan umpan dan si pawang buaya menarik kayu tersebut seolah-olah seperti sedang memancing buaya (saya tidak tahu apakah ini termasuk animal abuse atau tidak).


Kali ini saya hanya mencoba wahana berfoto bersama bayi buaya. Panjang bayi buayanya sekitar 80-100 cm dengan mulut tertutup. Sepertinya buaya sudah sangat lelah melayani pengunjung yang ingin berfoto dengannya. Untuk berfoto dengan bayi buaya setiap pengujung harus membayar IDR 10000.


Buaya yang dipamerkan termasuk jenis buaya muara yang berasal dari penangkaran di Blanakan

Buaya merupakan reptil air yang memiliki ukuran tubuh yang besar. Selain itu, buaya juga termasuk hewan purba yang sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya ikan (Tomistoma schlegelii). Kebanyakkan buaya hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya, namun ada juga yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya.

Karena persebarannya hampir merata diseluruh wilayah Indonesia, buaya memiliki beberapa jenis nama daerah. Misalnya buhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.; bicokok (Btw.), bekatak, atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain. Namun dalam bahasa Inggris-nya buaya dikenal dengan sebutan crocodile. Crocodile berasal dari penyebutan orang Yunani ketika melihat buaya yang berjemur yang di tepian Sungai Nil yag berbatu-batu, "krokodilos yag berarti cacing bebatuan"; (kroko, yang berarti ‘batu kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’ atau ‘orang’).

Buaya di Indonesia

Sejauh ini diketahui sekitar tujuh spesies (atau subspesies) buaya yang ditemukan di Indonesia, yakni:
  1. Buaya Mindoro atau buaya Filipina (Crocodylus mindorensis)Keberadaan buaya Mindoro di Indonesia (yakni di sekiatar Sulawesi timur dan tenggara) baru dilaporkan semenjak 1996
  2. Buaya Irian (C. novaeguineae)Habitat buaya Irian terdapat di sebelah utara pegunungan tengah
  3. Buaya muara (C. porosus)
  4. Buaya Kalimantan (C. raninus)Buaya Kalimantan (menurut informasi yang jenis buaya ini hidup di Kalimantan Barat dan Selatan). Status keberadaannya masih dalam perdebatan karena buaya kalimatan ini memiliki bentuk dan habitatnya sama dengan buaya air tawar, hanya beberapa ciri yang membedakannya.
  5. Buaya air tawar atau buaya Siam (C. siamensis)
  6. Buaya Sahul (Crocodylus sp.nov.)Satatu keberadaannya selama ini dianggap identik dengan buaya Irian namun buaya Sahul menyebar terbatas disebelah selatan Papua
  7. Buaya senyulong (Tomistoma schlegelii)

Blanakan
Blanakan berada di wilayah administrasi desa/ kelurahan Blanakan Ciasem-Pamanukan Kabupaten Bandung. Sejarah blanakan sendiri berasal dari historis keluarga Buyut Perahu. Nama Blanakan berasal dari kata Belah Sanak (Bahasa Indramayu). Belah berarti pecah/ pisah, sanak berarti duhur/saudara atau keluarga.
Indramayu adalah salah satu nama tempat yang tidak jauh letaknya dangan kecamatan Blanakan termasuk pantai Jawa bagian utara. Dari tempat asal Ki Buyut Perahu tinggal dahulu kemudian berlayar bersama istri dan adiknya untuk mencari nafkah, dalam perjalanannya mereka singgah di salah satu tempat yang sekarang bernama Blanakan
Pada suatu hari Ki Buyut Perahu bermaksud mencari mencek(kijang). Pagi hari sekali sebelum berangkat,Ki Buyut berpesan pada istri dan adiknya agar tidak ikut berburu. Setelah seharian mencari kijang kemudian Ki Buyut pulang dengan membawa hasil, sesampai di rumah langsung membuka rumahnya, ternyata Ki Buyut mendapati istri dan adiknya. Hingga akhirnya Ki Buyut memikah lagi dengan seorang istri asal Blanakan (sekarang).
Ki Buyut Perahu berterus terang kepada istrinya yang baru tentang aib ang menimpanya, dan berkata "Saya lebih baik belah sanak dari pada "hidup malu" sehingga dari kata-kata itu kemudian mereka menyebutnya kampung belah sanak. Oleh anak Ki Buyut Perahu, kampung tersebut diubah menjadi Blanakan.

Penangkaran Buaya
Penagkaran Buaya Blanakan terletak pada ketinggian 0-1 meter diatas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 28 C Jenis Buaya yang ditangkarkan disini adalah buaya muara. Buaya muara atau yang lebih dikenal dengan buaya bekatak (Crocodylus porosus) merupakan jenis buaya yang memiliki habitat hidup pada sungai-sungai yang berdekatan dengan laut (muara). Ditempat tersebut, memiliki karakteristik air berupa perpaduan air asin dan air tawar (air payau). Daerah penyebarannya ditemukan di seluruh perairan Indonesia, Papua Nugini, Australia Utara, Kepulauan Pasifik, Brunei, Myanmar, Kamboja, Philippina, Burma, India, Srilanka, Cina hingga Semenanjung Malaya. Buaya Muara terkenal sebagai jenis buaya terganas di dunia.
Cara berburu buaya muara termasuk unik, yaitu cukup dengan mengambil posisi diam bagai patung yang tak berdaya sebagai salah satu strategi kamuflase untuk memperoleh mangsanya. Biasanya mangsa akan terpedaya dan sama sekali tidak menyadari bahwa ia-lah yang justru mendekati mulut buaya. Kemudian tanpa disangka-sangka ia mampu bergerak secepat kedipan mata menyambar mangsanya. Yang paling berbahaya dari Buaya Muara (Crocodylus porosus) adalah gigitannya yang sangat kokoh, sehingga dapat meremukkan tulang dari mangsanya. Gigi-gigi Buaya Muara (Crocodylus porosus) umumnya adalah gigi taring yang menyebar merata di seluruh permukaan dalam mulutnya. Dengan rahang yang sangat kuat serta ditunjang dengan deretan gigi yang menyerupai gergaji, maka jarang ada mangsa yang dapat lolos dari gigitannya.
Buaya muara ini juga mampu melompat keluar dari air untuk menyerang mangsanya. Bahkan bilamana kedalaman air melebihi panjang tubuhnya, buaya muara mampu melompat serta menerkam secara vertikal mencapai ketinggian yang sama dengan panjang tubuhnya.
Di habitat aslinya, hewan reptilia penyendiri ini juga hidup secara tetitori dengan membagi-bagi daerahnya. Jika salah satu buaya melanggar batas teritorialnya maka akan terjadi penyerangan. Buaya yang tadinya hanya berdiam, bisa berubah ganas ketika mengadakan perlawanan. Hewan ini dengan cepat menjadi lincah bergerak dan selalu siap menerjang.
Perkembangbiakan Buaya Muara (Crocodylus porosus) sangat sering terjadi pada musim hujan. Pada musim bertelur dibulan November sampai dengan bulan April seekor induk betina mampu menghasilkan 30-60 butir telur dan akan menetas dalam tempo tiga bulan. Suhu yang optimum bagi telur untuk menetas adalah sebesar 31,6 derajat celcius. Disaat-saat seperti ini induk betina akan berubah menjadi sangat buas. Induk betina biasanya menyimpan telur-telurnya dengan membenamkannya di tanah atau di bawah seresah daun. Dan kemudian induk tersebut menunggu dari jarak beberapa meter.

Walaupun Buaya Buaya Muara (Crocodylus porosus) cukup mudah bertelur, namun tidak mudah bagi telur-telur tersebut untuk menetas. Penyebabnya selain karena faktor tanah yang tidak sesuai, perubahan suhu dan iklim, juga karena dimakan predator lain dan diburu manusia. Curah hujan yang tinggi akan mendukung kondisi Buaya Muara (Crocodylus porosus) untuk dapat berkembang biak lebih cepat. Sehingga upaya-upaya untuk mempertahankan habitat buaya yang mendukung bagi siklus hidupnya mulak diperlukan.
Saat menetas, bayi Buaya Muara (Crocodylus porosus) hanya berukuran 20-30 cm saja. Buaya Muara (Crocodylus porosus) mencapai ukuran lebih dari satu meter selama lebih kurang dua tahun. Masa dewasa dari satwa tersebut adalah setelah ia berumur lebih dari 12 tahun.
Pelepasan bibit pertama dipenangkaran Blanakan ini dilakukan pada bula Desember 1988 sebanyak 62 ekor yang didatangkan dari Kalimantan Barat, Palembang, dan kupang yang berusia antara 3-12 bulan. Tidak hanya dapat mengamati buaya, dipenangkaran buaya Blanakan ini dapat juga dilakukan bird watching, pengamatan satwa liar (ular sawah, burung Kuntul, babi hutan, dan kucing hutan) dan flora (rumput teki, rumput gajah, hamtuang, pasiran, bakau api-api, dan kaneka), dan hutan mangrove.
Pada bulan-bulan tertentu (biasanya Oktober-November), para nelayan dan masyakarat setempat mengadakan upacara tradisional dengan membuang kepala kerbau ke tengah laut setiap tahunnya yang dikenal dengan Pesta Laut.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Paris_Van_Java_Mall
http://id.wikipedia.org/wiki/Buaya_muara
http://id.wikipedia.org/wiki/Buaya
http://natuna.org/buaya-muara.html
brosur perhutani ""wana wisata Blanakan"

Saturday, June 25, 2011

SMS Konyol [Kenapa SMS nyampenya Lama]

Amy : ..... Sms amy lemot ya?
Panda : Yup, maklum aja amy, smsnya capek pp jakarta bandung
Amy : -________-''(emang ngirim sms harus pake dinaikin ke travel dulu ya)

SMS Konyol [Entar Turun Dimana]

Panda : Nanti sebelum berangkat tanya supirnya ya?.......
Amy : Tanya turunnya dimana kan?
Panda : Tanya supirnya Komunis, marxis, sosialis liberalis, demokratis
Amy : Gubraak...! Tanya aja sekalian dia bisa nganterin amy nyampe padang atau ga? -______-

Friday, March 25, 2011

Pembagian Otak

25 Maret 2011
...............
...............
A : Waktu pembagian otak kyknya gw dapat otak yang udah diinjek-injek orang deh makanya tolol gini
Bee : Siapa bilang?? buktinya bisa masuk Universitas X, fakultas Y yang paling favorit lagi.
A : Gw ngerasa tolol soalnya
Bee : Kalo lo udah ngerasa dapat otak bekas diinjek-injek orang, trus gw apa donk? Otak yang jatoh dari ketinggian kali
A : Gw datang telat saat otak dibagiin makanya dapat otak yang bekas jatoh dari ketinggian beberapa kaki trus diinjek-injek orang yang berebut buat dapatin otak yang sama seperti otak Einstein
Bee : (speechless)
Pembicaraan dua orang absurb (satu stress gara-gara laporan, satu lagi stress gara-gara ujian )

Percakapan Otak, Hati dan Hani J-1 Sebelum Praktikum Biokimia

24 Maret 2011

Otak :
Pertahankan prestasi untuk udah ga pernah masuk akuarium lagi! Ayoo belajar buat tes awal! (instruksi)
Hati : Tuhan, jam segini harus belajar -____-''
Otak : Ini demi kebaikkanmu juga agara kamu ga sakit hati
Hati : Ga mau belajar, mau maen, FB,chat,tumblr
Hani(keinginan) : pengen gantung jas lab aja deh -_______-''
Galau sebelum praktikum

Friday, February 18, 2011

Journey of the Tahura Juanda






17 Juli 2010


Jam dinding di kamar menunjukkan pukul 7.00, dengan malasnya saya berjalan menuju kamar mandi... Hal yang paling malas untuk dilakukan dipagi hari... Hari ini saya ada janji untuk survey wilayahTaman Hutan Raya Juanda dengan anak-anak WAW (Wildlife and Animal Welfare) UGREEN. Tapi yang konfirm bisa ikut Cuma dikit hiks... hiks... sedih. Akhirnya team survey berkumpul yang terdiri atas saya, Odit dan Fiko di Mc D Simpang Dago. Sedangkan Dhika menunggu di pintu gerbang Tahuranya karena rumahnya di depan pintu masuk Tahura. Jalan menunju pintu masuk tahura melalui rute pejalan kaki menanjak. Aroma menyegarkan bungasari pinus meksiko (Pinus montecumae) dan suara sayup – sayup prenjak jawa (Prinia Flaviventris) berkicauan akan ditemui di Tahura ( Taman Hutan Raya) Ir H Juanda, Lembang, Bandung. Tempat ini “surga” bagi yang hobi petualangan, tracking, botanikus, dan geologis. Kawasan seluas 526,98 hektar ini bukan hanya tempat konservasi flora dan fauna, tetapi juga arkeologi dan prasejarah. Terdapat museum berisi artefak, seperti kapak batu dan mata panah. Tahura diresmikan tanggal 14 Januari 1985 oleh Presiden Soeharto. Fungsi Tahura lainnya untuk penyangga resapan air. Daerah yang memiliki topografi bergelombang ringan, agak curam dan terjal yang terletak di ketinggian 700 – 1300 meter dari permukaan laut ini merupakan ekosistem dari berbagai flora dan fauna, baik yang endemis maupun yang tidak. Tahura Ir. H Juanda memilik tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 2.500-4.500 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 22°C-24°C. Wilayah Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda memiliki tipe vegetasi hutan alam sekunder yang didominasi oleh jenis pohon Pinus (Pinus merkusii), Kaliandra (Calliandra callothyrsus), Bambu (Bambusa sp.) dan berbagai jenis tumbuhan bawah seperti tumbuhan Teklan (Euphatorium sp.). Fauna yang terdapat di dalam kawasan taman hutan raya ini antara lain Musang (Paradoxurus herma paproditus), Tupai (Callosciurus notatus), Kera (Macaca insularis) serta berbagai jenis burung seperti Kepondang (Oriolus chinensis), Kutilang (Pycnontus caferaurigaster) dan Ayam hutan (Gallus gallus bankiva). Berdasarkan hasil inventarisasi tahun 2003 tercatat sedikitnya sembilan fauna khas di tempat ini, antara lain burung kacamata (Zosterops palpebrosus) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides).Sebanyak 112 spesies tanaman dari 40 famili juga ditemukan disini. Di Tahura terdapat goa Jepang yang luasnya 350 meter persegi dan memiliki empat pintu dan tiga lorong. Goa yang dibangun tahun 1942 merupakan tempat persembunyian tentara Jepang dari Sekutu. Sekitar 300 meter timur laut dari Goa Jepang terdapat goa Belanda yang dibangun tahun 1941. Dahulu dipergunakan sebagai terowongan PLTA bengkok. Karena perbukitan Pakar merupakan kawasan yang sangat menarik bagi strategi militer Belanda(hal in dikarena lokasinya yang terlindung dan begitu dekat dengan pusat kota Bandung), maka menjelang perang dunia II pada awal 1941 Militer Hindia Belanda membangun stasiun Radio Telekomunikas. Bangunan ini berupa jaringan Goa di dalam perbukitan batu pasir tufaan Hanya dengan tiket Rp.8000 per orang, anda bisa menikmati petualangan tracking ria sambil menikmati panorama alam di sekitar Tahura Ir H Djuanda.Jaraknya sekitar 6 kilometer dari Dago Pakar sampai Maribaya. Di sepanjang jalan rute jogging track tersebut akan ditemui kicau jalak suren (Sturnus Contra) atau perkutut (Geopelia Striata). Kadang – kadang terdengar gonggongan anjing kampung menyalaki kera – kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memunguti remah – remah makanan pengunjung. Di Maribaya nanti akan ditemui Curug Omas, air terjun yang sangat indah pemandangannya. Macaca Fascicular si ekor panjang yang eksotis Sepanjang perjalanan dari pintu masuk II menuju Maribaya pos VI, jika jeli mengamati sekitar banyak kera ekor panjang (Macaca Fascicular). M. fascicularis merupakan salah satu satwa liar yang statusnya hingga saat ini masih belum terdaftar sebagai spesies yang dilindungi. Namun demikian usaha-usaha untuk menjaga populasinya di alam harus tetap dilakukan. Karena tekanan terhadap populasi kera ini kian hari kian menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan dan terus mengalami penurunan. Penyebaran populasinya M. fascicularis banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara, mulai dari Myanmar, Indochina, Malaysia dan Indonesia. Bahkan juga ditemukan di pulau Timor. Penyebarannya di Indonesia mencakup sebagian besar wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Flores. Panjang tubuh kera dewasa sekitar 40-50 cm belum termasuk ekor dengan berat 3 -7 kg. Sementara panjang ekor 1 hingga 1,5 kali panjang tubuh berikut kepala dengan warna coklat keabu-abuan atau kemerah-merahan. Bulunya berwarna coklat abu-abu hingga coklat kemerahan sedangkan wajahnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidungnya datar dengan ujung hidung menyempit. Kera ini memiliki gigi seri berbentuk sekop, gigi taring dan geraham untuk mengunyah makanan Kera ini merupakan jenis satwa yang hidup berkelompok, dimana bisa mencapai hingga 30 ekor dalam tiap kelompok. Biasanya dalam setiap kelompok ada seekor adult male (jantan dewasa) yang menjadi pemimpin dan mendominasi anggota yang lain. Hirarki dalam komunitasnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, ukuran tubuh dan keahlian berkelahi. Mereka memasuki masa kawin pada umur enam tahun untuk pejantan dan empat tahun untuk betina. Jangan harap ada kesetiaan dalam komunitas ini. Karena pejantan biasanya kawin dengan banyak betina. Sebagai golongan omnivora yang memakan daging dan tumbuhan. Makanannya bervariasi dari buah-buahan, daun, bunga, jamur, serangga, siput, rumput muda, dan lain sebagainya. Bahkan kera ini kerap pula memakan kepiting. Tetapi, 96 % konsumsi makanan mereka adalah buah-buahan.
Setelah istirahat di curug omas... melanjutkan perjalanan menuju pintu IV Maribaya..
Dijalan dikejar tukang ojek dan ketemu 2 ekor anak ular yang lagi maen-maen
Selanjutnya perjalanan berlanjut ke lembang untuk balik ke bandung
Sumber












Ayo hitung berapa umur pohonnya?





















Monyet ekor panjang


Wednesday, January 19, 2011

Dialoque from "The Tourist Movis"


Elise:It's the um...the Roman god, Janus. My mother gave it to me when I was little. She wanted to teach me that people have two sides. A good side, a bad side, a past, a future. And that we must embrace both in someone we love. And I tried.
Frank Tupelo:What's he like?
Elise:He's...different, from anybody I know.
Frank Tupelo:Different's good. Where I come from, the highest compliment they can offer a person is to say that they're down to earth, grounded. I hate it. It drives me nuts.