17 Juli 2010
Jam dinding di kamar menunjukkan pukul 7.00, dengan malasnya saya berjalan menuju kamar mandi... Hal yang paling malas untuk dilakukan dipagi hari... Hari ini saya ada janji untuk survey wilayahTaman Hutan Raya Juanda dengan anak-anak WAW (Wildlife and Animal Welfare) UGREEN. Tapi yang konfirm bisa ikut Cuma dikit hiks... hiks... sedih. Akhirnya team survey berkumpul yang terdiri atas saya, Odit dan Fiko di Mc D Simpang Dago. Sedangkan Dhika menunggu di pintu gerbang Tahuranya karena rumahnya di depan pintu masuk Tahura. Jalan menunju pintu masuk tahura melalui rute pejalan kaki menanjak. Aroma menyegarkan bungasari pinus meksiko (Pinus montecumae) dan suara sayup – sayup prenjak jawa (Prinia Flaviventris) berkicauan akan ditemui di Tahura ( Taman Hutan Raya) Ir H Juanda, Lembang, Bandung. Tempat ini “surga” bagi yang hobi petualangan, tracking, botanikus, dan geologis. Kawasan seluas 526,98 hektar ini bukan hanya tempat konservasi flora dan fauna, tetapi juga arkeologi dan prasejarah. Terdapat museum berisi artefak, seperti kapak batu dan mata panah. Tahura diresmikan tanggal 14 Januari 1985 oleh Presiden Soeharto. Fungsi Tahura lainnya untuk penyangga resapan air. Daerah yang memiliki topografi bergelombang ringan, agak curam dan terjal yang terletak di ketinggian 700 – 1300 meter dari permukaan laut ini merupakan ekosistem dari berbagai flora dan fauna, baik yang endemis maupun yang tidak. Tahura Ir. H Juanda memilik tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 2.500-4.500 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 22°C-24°C. Wilayah Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda memiliki tipe vegetasi hutan alam sekunder yang didominasi oleh jenis pohon Pinus (Pinus merkusii), Kaliandra (Calliandra callothyrsus), Bambu (Bambusa sp.) dan berbagai jenis tumbuhan bawah seperti tumbuhan Teklan (Euphatorium sp.). Fauna yang terdapat di dalam kawasan taman hutan raya ini antara lain Musang (Paradoxurus herma paproditus), Tupai (Callosciurus notatus), Kera (Macaca insularis) serta berbagai jenis burung seperti Kepondang (Oriolus chinensis), Kutilang (Pycnontus caferaurigaster) dan Ayam hutan (Gallus gallus bankiva). Berdasarkan hasil inventarisasi tahun 2003 tercatat sedikitnya sembilan fauna khas di tempat ini, antara lain burung kacamata (Zosterops palpebrosus) dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides).Sebanyak 112 spesies tanaman dari 40 famili juga ditemukan disini. Di Tahura terdapat goa Jepang yang luasnya 350 meter persegi dan memiliki empat pintu dan tiga lorong. Goa yang dibangun tahun 1942 merupakan tempat persembunyian tentara Jepang dari Sekutu. Sekitar 300 meter timur laut dari Goa Jepang terdapat goa Belanda yang dibangun tahun 1941. Dahulu dipergunakan sebagai terowongan PLTA bengkok. Karena perbukitan Pakar merupakan kawasan yang sangat menarik bagi strategi militer Belanda(hal in dikarena lokasinya yang terlindung dan begitu dekat dengan pusat kota Bandung), maka menjelang perang dunia II pada awal 1941 Militer Hindia Belanda membangun stasiun Radio Telekomunikas. Bangunan ini berupa jaringan Goa di dalam perbukitan batu pasir tufaan Hanya dengan tiket Rp.8000 per orang, anda bisa menikmati petualangan tracking ria sambil menikmati panorama alam di sekitar Tahura Ir H Djuanda.Jaraknya sekitar 6 kilometer dari Dago Pakar sampai Maribaya. Di sepanjang jalan rute jogging track tersebut akan ditemui kicau jalak suren (Sturnus Contra) atau perkutut (Geopelia Striata). Kadang – kadang terdengar gonggongan anjing kampung menyalaki kera – kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memunguti remah – remah makanan pengunjung. Di Maribaya nanti akan ditemui Curug Omas, air terjun yang sangat indah pemandangannya. Macaca Fascicular si ekor panjang yang eksotis Sepanjang perjalanan dari pintu masuk II menuju Maribaya pos VI, jika jeli mengamati sekitar banyak kera ekor panjang (Macaca Fascicular). M. fascicularis merupakan salah satu satwa liar yang statusnya hingga saat ini masih belum terdaftar sebagai spesies yang dilindungi. Namun demikian usaha-usaha untuk menjaga populasinya di alam harus tetap dilakukan. Karena tekanan terhadap populasi kera ini kian hari kian menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan dan terus mengalami penurunan. Penyebaran populasinya M. fascicularis banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara, mulai dari Myanmar, Indochina, Malaysia dan Indonesia. Bahkan juga ditemukan di pulau Timor. Penyebarannya di Indonesia mencakup sebagian besar wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Flores. Panjang tubuh kera dewasa sekitar 40-50 cm belum termasuk ekor dengan berat 3 -7 kg. Sementara panjang ekor 1 hingga 1,5 kali panjang tubuh berikut kepala dengan warna coklat keabu-abuan atau kemerah-merahan. Bulunya berwarna coklat abu-abu hingga coklat kemerahan sedangkan wajahnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan jambang di pipi berwarna abu-abu, terkadang terdapat jambul di atas kepala. Hidungnya datar dengan ujung hidung menyempit. Kera ini memiliki gigi seri berbentuk sekop, gigi taring dan geraham untuk mengunyah makanan Kera ini merupakan jenis satwa yang hidup berkelompok, dimana bisa mencapai hingga 30 ekor dalam tiap kelompok. Biasanya dalam setiap kelompok ada seekor adult male (jantan dewasa) yang menjadi pemimpin dan mendominasi anggota yang lain. Hirarki dalam komunitasnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, ukuran tubuh dan keahlian berkelahi. Mereka memasuki masa kawin pada umur enam tahun untuk pejantan dan empat tahun untuk betina. Jangan harap ada kesetiaan dalam komunitas ini. Karena pejantan biasanya kawin dengan banyak betina. Sebagai golongan omnivora yang memakan daging dan tumbuhan. Makanannya bervariasi dari buah-buahan, daun, bunga, jamur, serangga, siput, rumput muda, dan lain sebagainya. Bahkan kera ini kerap pula memakan kepiting. Tetapi, 96 % konsumsi makanan mereka adalah buah-buahan.
Setelah istirahat di curug omas... melanjutkan perjalanan menuju pintu IV Maribaya..
Dijalan dikejar tukang ojek dan ketemu 2 ekor anak ular yang lagi maen-maen
Selanjutnya perjalanan berlanjut ke lembang untuk balik ke bandung
Sumber
Ayo hitung berapa umur pohonnya?
Monyet ekor panjang
No comments:
Post a Comment