Bandung -Ditemani matahari pagi
yang menyehatkan, tim trainer beserta staf dan relawan dari YPBB(Yayasan Pengenmbangan Biosains dan Bioteknologi) melakukan kunjungan ke rumah Supardiyono Sobirin di jalan Alfa 92 Cigadung
(Sabtu,24/3/2012).
“Selamat datang di rumah saya,
Rumah Zero Waste,” sambut bapak Sobirin menyambut kedatangan rombongan tim trainer, staf, dan relawan dari
YPBB yang ingin mengetahui bagaimana keluarga beliau mengolah sampah rumah tangga yang dihasilkan.
Suparyono Sobirin, pemilik rumah 'zero waste' |
Ternyata kali ini bukan YPBB saja
yang melakukan kunjungan, di halaman depan rumah Sobirin telah berkumpul pula perwakilan warga
dari desa cilengkrang yang diteman oleh bapak camatnya. Tujuan kedatangan
mereka adalah untuk belajar untuk tentang pengelolaan sampah skala rumah
tangga.
Berkaitan dengan Rumah Zero Waste,
bapak Sobirin menjelaskan semenjak empat tahun lalu beliau menganut prinsip
“Zero Waste” yang beliau aplikasikan mulai dari rumah beliau sendiri dan
berlanjut menulari warga -warga disekitar . “Rumah Zero Waste”yang berarti
rumah yang sama sekali tidak menghasilkan sampah.
Apakah itu mungkin terjadi?
Mungkin saja. Rumah Zero Waste bermula dengan
pemisahan sampah. Menurut Sobirin, sampah rumah tangga yang dihasilkannya
sekitar 60% berupa sampah organik ──persentase ini tidak selalu tetap,
dapat berubah setiap harinya──, 40% sampah lain yang terbagi lagi
atas: 20% sampah plastik; 10% sampah
kertas; dan 10% sampah lain-lain.
Setelah dilakukan pemisahan sampah, tahap selanjutnya pengolahan dan
pemanfaatan. Untuk sampah plastik, dilakukan pemilahan antara botol dan plastik
bekas makanan. Sampah yang telah dipilah di cuci hingga bersih. Untuk
botol-botol diberikan pada pemulung dan plastik bekas makanan dapat dikreasikan
menjadi kerajinan tangan.
Sampah organik… Untuk jenis sampah
yang satu ini, Pak Sobirin mengolahnya dengan beberapa metode. Untuk sampah
basah seperti peuyeum,bongkol pisang,
kencing serta kotoran kelinci diolah menjadi mol (pupuk cair). Ada tiga jenis mol
yang diproduksi oleh bapak Sobirin dipekarangan rumahnya yaitu mol peuyeum ( membantu
pengomposan sampah dan mempercepat pembentukkan buah), mol air kencing kelinci
(mempercepat pembentukkan buah dan
pertumbuhan daun), dan mol bongkol pisang (mempercepat pembentukkan buah
dan pertumbuhan daun). Untuk membuat mol
diperlukan ¾ dari volume tempat untuk
air, satu kilogram gula, enam gelas air kelapa, serta satu kilogram bahan baku.
Setelah dicampur dan diaduk didiamkan selama empat hari. Di hari kelima, mol
sudah siap digunakan sebagai pupuk cair atau pun untuk pengomposan.
Jenis Mol yang diproduksi oleh Bapak Sobirin Supardiyono |
Sampah dipekarangan rumah seperti
daun, ranting, bangkai tikus, dan lainnya difermentasi secara aerob maupun
anaerob yang menghasilkan pupuk kompos. Pengomposan secara aerob, Pak Sobirin
sengaja membuat bak khusus dengan ukuran 1m x 1m x 1m disamping rumah dengan
berventilasi. Bagian bawah khusus di design memiliki pintu agar dapat
memanen kompos. Sampah pekarangan di potong kecil kecil lalu
ditumpuk didalam bak. Setiap hari dilakukan pengadukkan dan setaip tiga hari
sekali diberi campuran ketiga mol. Hasil pengomposan secara aerob dapat dipanen
setelah satu bulan. Pengomposan secara anaerob dilakukan di halaman dengan
bagian atas ditutup. Sampah yang akan dikompos, sengaja biarkan bersentuhan dengan
tanah. Proses yang dilakukan sama dengan proses pengomposan secara aerob. Panen
hasil untuk pengomposan ini dapat dilakukan setelah enam bulan.
Selain itu, prinsip segala sesuatu
itu dapat diolah dan dijadikan sesuatu yang bermanfaat dapat terlihat di
pekarangan belakang rumah Pak Sobirin. Di pekarangannya yang luas itu terdapat
kandang kelinci, penampungan air hujan, dan pengolahan limbah cuci dapur. Kotoran dari
kelinci berserta kencingnya, beliau manfaatkan menjadi mol.
Untuk air bekas cucian dapur, Pak
Sobirin membuat treatmen khusus. Beliau membuat kolam kecil bertingkat tiga
seluas satu meter persegi. Tingkat ketiga terdiri dari dua kolam kecil. Kolam
satu berukuran 40 cm x15 cm dan kolam dua 40 cm x25 cm. Antar kolam dibatasi
dinding beton tipis dan berlubang sebagai saringan. Selain itu, pada kolam satu
juga diberi busa karet yang berfungsi sebagai penyaring. Kolam tiga yang
berukuran 60 cm x 40 cm berada pada tingkat kedua. Kolam ini menampung air yang
berasal dari kolam dua dan mengalirkan air ke kolam 4 (kolam terbesar yang
berukuran 100 cm x 60 cm) yang terletak didasar melalui pipa paralon. Kolam 2,3, dan 4 bisa di jadikan “taman air
limbah” dengan menanam tanaman air (teratai, melati air, enceng) sebagai
penyerap bahan pencemar dalam air bekas cucian atau kolam ikan (jenis ikan yang
tahan hidup dalam bekas air cucian dapur).
Air hujan yang turun di halaman
rumah beliaupun ikut dimanfaatkan. Beliau menampungnya dan menanfaatkannya untuk menyiram tanaman, dan mencuci tangan setelah membersihkan
pekarangan. Menampungan air ini tidak memiliki treatmen khusus. Menurut beliau,
air hujan tidak perlu di treatmen lagi karena di alam sendiri proses tersebut
telah dilakukan. Namun Tian, salah seorang relawan YPBB, memiliki pandangan lain. Air hujan pada zaman sekarang sudah terkena polusi asap
pabrik, kendaraan dan polusi-polusi lain sehingga perlu treatmen khusus untuk
menguranginya
Sebisa mungkin tidak ada sampah
yang keluar dari rumah’ merupakan prinsip dianut oleh keluarga Pak Sobirin yang
dapat ditiru oleh keluarga lain untuk mengurangi sampah dari rumah.__Hani
Foto Bersama, Volunteer, Staff YPBB dan Pak Sobirin Supardiyono |
No comments:
Post a Comment